Pemikiran tentang Pendidikan dan Kesejahteraan

Jilid I: Kilas Balik Pendidikan di Masa Penjajahan dan Nilai Kemanusiaan

Wanua Ujung- Pendidikan adalah kebutuhan dasar manusia. Melalui pendidikan, seseorang membuka wawasan, memperluas relasi, dan menjadi lebih cerdas dalam menjalani kehidupan sosial. Namun, jika kita menengok ke masa lalu, sejarah pendidikan di Indonesia bukanlah kisah yang sederhana. Pendidikan pernah menjadi barang mewah yang hanya bisa dinikmati segelintir orang, sementara sebagian besar rakyat harus berjuang keras untuk mendapatkannya.

Sekilas Tentang Pendidikan

Pendidikan di Masa Penjajahan

Pada masa kolonial Belanda, akses pendidikan sangat terbatas. Anak-anak Belanda dan kaum bangsawan pribumi mendapatkan fasilitas sekolah yang memadai, sementara mayoritas rakyat hanya menjadi pekerja dengan pendidikan rendah. Sekolah yang ada bagi pribumi pun sering kali dipenuhi diskriminasi.

Kurikulum yang diajarkan lebih menekankan pada keterampilan praktis agar pribumi bisa menjadi tenaga kerja murah. Hanya sedikit yang diizinkan melanjutkan ke jenjang lebih tinggi. Situasi inilah yang menumbuhkan kesadaran baru: bahwa pendidikan tidak sekadar urusan pribadi, melainkan juga kunci bagi kemerdekaan dan kesejahteraan bangsa.

Mengapa Pendidikan Dianggap Penting?

Pendidikan dipandang sebagai pintu keluar dari keterbelakangan. Para pejuang bangsa menyadari bahwa tanpa pendidikan, rakyat akan selamanya terbelenggu kemiskinan dan ketidakadilan. Oleh karena itu, lahirlah tokoh-tokoh yang berani mendobrak sistem kolonial dengan mendirikan sekolah-sekolah alternatif.

Mereka percaya, pendidikan sejati bukan sekadar mengajar membaca dan menulis, melainkan membentuk manusia yang utuh: berakhlak, cerdas, dan peduli pada sesama.

Empat Tokoh Pendidikan yang Menginspirasi

1. Ki Hajar Dewantara (1889–1959)

Ki Hadjar Dewantar

Dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar mendirikan Taman Siswa pada 1922. Sekolah ini membuka kesempatan belajar bagi semua anak bangsa, tanpa memandang status sosial. Ki Hajar mengajarkan falsafah pendidikan yang terkenal hingga kini:

Ing ngarsa sung tulada (di depan memberi teladan)

Ing madya mangun karsa (di tengah memberi semangat)

Tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan)

Baginya, pendidikan adalah jalan untuk memanusiakan manusia dan membentuk bangsa yang merdeka secara lahir dan batin.

2. KH Ahmad Dahlan (1868–1923)

K.H. Ahmad Dahlan

Pendiri Muhammadiyah ini melihat betapa pentingnya pendidikan yang seimbang antara ilmu agama dan ilmu umum. Ia mendirikan sekolah-sekolah yang menggabungkan keduanya, sehingga lahirlah generasi yang tidak hanya saleh secara spiritual, tetapi juga mampu bersaing dalam ilmu pengetahuan.

Bagi KH Ahmad Dahlan, kesejahteraan bukan hanya soal harta, tetapi juga tentang kesadaran sosial dan kebermanfaatan bagi orang lain.

3. KH Hasyim Asy’ari (1871–1947)

Kiai Hasyim Asy'ari

Sebagai pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH Hasyim Asy’ari berperan penting dalam mencerdaskan umat melalui pesantren. Ia menekankan pendidikan karakter, akhlak mulia, dan cinta tanah air. Di pesantrennya, santri tidak hanya belajar agama, tetapi juga dibentuk menjadi pribadi yang berani membela kebenaran.

Pendidikan menurutnya adalah cara untuk membangun bangsa yang berakar pada nilai-nilai spiritual dan kebudayaan sendiri.

4. Lafran Pane (1922–1991)

Lafran Pane

Tokoh muda yang mendirikan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini percaya bahwa pendidikan tinggi harus melahirkan generasi intelektual yang peduli pada bangsa. Ia mendorong mahasiswa untuk tidak hanya mengejar gelar, tetapi juga berperan aktif dalam perjuangan sosial dan pembangunan.

Lafran Pane mengingatkan bahwa ilmu pengetahuan sejati harus membawa perubahan, bukan sekadar prestise pribadi.

Pendidikan dan Kesejahteraan Hubungan yang Tak Terpisahkan

Jika kita renungkan, keempat tokoh di atas memiliki benang merah yang sama: pendidikan bukan semata untuk mencari pekerjaan atau kekayaan, melainkan untuk membangun kesejahteraan yang berkeadilan.

Kesejahteraan yang dimaksud tidak terbatas pada materi, tetapi juga mencakup kedamaian batin, kesehatan moral, dan keberanian untuk peduli pada sesama. Seorang terdidik sejati akan berkontribusi melalui inovasi, kebermanfaatan, dan sikap kemanusiaan.

Pendidikan Bukan Sekadar Jalan Menuju Pekerjaan

Kini, ketika kita sudah jauh dari masa penjajahan, refleksi ini penting untuk kita renungkan kembali. Apakah pendidikan yang kita jalani saat ini masih selaras dengan semangat para pendiri bangsa? Ataukah hanya menjadi jalan pintas menuju pekerjaan dan status sosial?

Pendidikan sejati adalah jalan untuk mengokohkan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan memanusiakan manusia. Seperti pesan para tokoh bangsa, mari kita menjadikan pendidikan sebagai bekal untuk melahirkan masyarakat yang sejahtera lahir dan batin.

Penulis: Tengko*


#PendidikanDiMasaPenjajahan

#PendidikanKesejahteraan

#TokohPendidikan

0 تعليقات

أحدث أقدم